Minggu, 28 November 2010

Tentang Shikamaru

Lagi-lagi nulis tentang salah satu karakter dalam anime naruto. Kali ini korbanya adalah Nara Shikamaru.
Dalam cerita animasi ini, Shikamaru dikenal sebagai anak yang malas-malasan, ogah-ogahan, dan seneng “menatap awan”. Namun disisi lain ia memiliki kelebihan yang luar biasa. Tingkat intelegentsinya tinggi dan pandai dalam hal menyusun strategi. Sampai-sampai pemerintah kerajaan meminta dia untuk menjadi salah satu dari 12 pelindung raja (dalam cerita naruto, menjadi salah satu pelindung raja harus melewati berbagai macam seleksi), tapi dia menolaknya.
Semua orang dalam cerita animasi ini tahu bahwa shikamaru adalah orang malas, lemah dan ogah-ogahan. Hanya beberapa orang saja yang tahu bahwa dia memiliki kelebihan. salah satunya adalah gurunya, yang dari waktu kewaktu selalu memotivasi shikamaru untuk bisa memanfaatkan kelebihannya itu. Hingga pada suatu ketika gurunya yang bernama Azuma terbunuh oleh pengacau dihadapan Shikamaru.
Karena peristiwa itu, rasa bersalah yang amat sangat hadir dalam dirinya. Hingga suatu ketika dia sadar bahwa semuanya tidak perlu berlarut-larut, harus ada yang dikerjakan, harus ada yang perlu dilakukan. Hingga akhirnya iapun bergegas melakukan apa yang perlu dilakukan. Dan mulai saat itu, dia bertekad untuk tidak ogah-ogahan lagi. Dia mulai menyadari bahwa dia memiliki peran yang harus dia kerjakan.
Satu lagi pelajaran berharga yang saya dapatkan dari karakter ini. Orang hidup didunia ini akan terasa bermakna disaat ia melakukan sesuatu. Sekecil apapun itu, jika bermanfaat bagi orang lain akan lebih baik daripada tidak sama sekali. Nilai seseorang itu berasal dari peran yang ia lakukan bukan dari kelebihan yang ditanam dalam dirinya. Akan lebih bernilai lagi jika kelebihan itu dimanfaatkan untuk menjalankan peran kita dimasyarakat.
Bagaimana menurutmu…

Selasa, 19 Oktober 2010

Absen

Kalau ingat jaman kuliah dulu, bisa saja bolos kuliah tapi kok dalam daftar absennya ada tanda tangannya ? Sesuatu yang pernah saya lalui dulu itu sangat tidak pantas untuk dilakukan, apalagi dicontoh. hehehe...kenangan kelam.
Naa.. postingan kali ini hanya sebuah tanda tangan dari saya, bahwa blog ini masih ada pengelolanya yang tetap ingin mempertahankannya. walaupun berat, tetap harus mempertahankannya.
jika masih ada yang sempet mampir disini, selamat datang. trimakasih atas kunjungannya, tapi maaf atas banyak kekurangannya. blog ini sedang proses pematangan.

Senin, 28 Juni 2010

Yang Terlupakan...

Anak Laki-laki di lingkungan masyarakat Jawa yang lahir sebelum tahun 1970-an terutama dari pedesaan, tentu sudah gak asing lagi dengan sebuah permainan yang dikenal dengan nama benthik. Tentunya mereka akan teringat sekali jenis alat permainannya maupun bagaimana memainkannya. Memang, permainan satu ini juga merupakan salah satu jenis permainan tradisional yang sering dimainkan oleh anak cowok di lingkungan masyarakat zaman dulu. Mungkin bagi anak kelahiran tahun 2000 ke atas, terutama dilingkungan perkotaan, permainan seperti ini sudah tidak dikenal lagi, karena memang bukan zamannya lagi.

Tujuh puluh tahun yang lalu, permainan tradisional macam inipun sudah dikenal oleh masyarakat Jawa. Terbukti, istilah permainan ini sudah terekam di Baoesastra (Kamus) Djawa karya W.J.S. Poerwadarminta terbitan tahun 1939 di Weltevreden Batavia (Jakarta). Pada halaman 41 kolom 1 disebutkan bahwa makna benthik, salah satunya adalah nama permainan. Memang tidak dijelaskan mendetail, namun permainan ini terus hidup di masyarakat Jawa dengan pola dan peralatan seperti yang sudah disebutkan di atas.

Benthik, begitulah orang menyebutnya, dibuat dari 2 potong stik atau kayu bentuk silinder dengan panjang berbeda. Satu potong kayu dengan panjang sekitar 30 cm, yang satunya sekitar 10 cm. Kedua potongan stik tersebut biasanya berdiameter sama, sekitar 2-3 cm. Biasanya potongan kayu tersebut diperoleh dari ranting-ranting pohon yang tumbuh di sekitar halaman, seperti pohon asem, pohon mlandhing (petai Cina), pohon jambu biji, pohon akasia, dan lain sebagainya. Ranting pohon yang diambil biasanya dari kayu yang ulet dan tidak mudah patah. Bisa jadi, alat benthik dibuat dari potongan bambu yang dibuat silinder dengan ukuran yang sama seperti di atas.

Cara bermainnya pun bisa dianggap mudah. Bisa dilakukan dengan cara beregu atau individu. Jika dilakukan beregu, bisa jadi satu regu (kelompok) terdiri dari 3 atau 4 anak. Ketika satu regu bermain, maka regu yang lain mendapat giliran jaga. Setiap regu secara bergantian memainkan benthik hingga semua mendapat giliran. Setelah selesai, bergantian yang jaga mendapat giliran bermain. Jika dilakukan individu, misalnya 5 anak, maka satu anak mendapat giliran bermain, maka 4 anak lainnya mendapat giliran jaga. Jika anak yang bermain sudah kalah, maka digantikan temannya secara bergantian. Regu atau anak yang mendapatkan angka terbanyak biasanya dianggap sebagai pemenang.

Sebelum permainan dimulai, anak-anak membuat sebuah lubang di tanah dengan ukuran memanjang sekitar 7-10 cm, lebar 2-3 cm, Lubang itu digunakan sebagai tolakan melemparkan stik pendek. Setelah itu anak-anak melakukan hompimpah atau sut. Permainan benthik biasanya terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama, anak yang mendapat giliran bermain, meletakkan stik pendek di atas lubang, lalu dengan bantuan stik panjang, stik pendek dilempar sekuat dan sejauh mungkin. Jika benthik pendek tertangkap tangan, maka anak yang bermain dianggap kalah, sementara yang menangkap stik pendek mendapat nilai, umpamanya dengan dua tangan 10 poin, satu tangan kanan 25 poin, satu tangan kiri 50 poin, dan sebagainya. Jika tidak tertangkap, salah satu anak yang jadi melemparkan stik pendek ke arah stik panjang yang telah ditaruh di atas lubang dengan posisi melintang. Jika stik panjang terkena, maka anak yang bermain kalah.

Jika stik pendek tidak mengenai stik panjang, anak yang bermain dapat meneruskan permainan ke tahap kedua. Pada tahap ini, anak yang bermain lalu melemparkan stik pendek ke udara lalu dipukul sekuat tenaga dengan stik panjang agar terlempar sejauh mungkin. Jika stik pendek yang dilempar tertangkap oleh lawan, maka anak yang bermain dianggap kalah. Ia harus menghentikan permainan. Jika tidak tertangkap tangan, maka anak yang jaga harus melemparkan stik pendek ke arah lubang yang telah dibuat. Jika saat dilempar ke arah lubang, stik pendek terpukul oleh anak yang bermain dan terlempar jauh kembali ke arah sebaliknya, maka perolehan poin yang didapat akan semakin banyak. Sebab cara penghitungan poin dengan menggunakan stik panjang, diawali dari lubang ke arah jatuhnya stik pendek. Jika stik pendek yang dilempar ke arah lubang dan tidak terpukul oleh si pemain, maka penghitungan juga dilakukan mulai dari lubang ke arah jatuhnya stik pendek yang lolos dari pukulan kedua. Jika lemparan stik pendek dari lawan masuk ke arah lubang, maka poin yang dikumpulkan oleh anak yang bermain dianggap hangus.

Apabila pada tahap kedua, anak yang bermain mendapatkan poin, maka bisa dilanjutkan ke tahap ketiga. Pada tahap ini, anak yang bermain harus meletakkan stik pendek ke dalam lubang. Satu ujung stik dimasukkan ke dalam lubang, sementara ujung stik lainnya timbul di permukaan tanah. Anak yang bermain harus bisa memukul ujung stik yang timbul agar mengudara lalu dipukul sejauh mungkin. Jika tidak dapat memukul kedua kali, maka ia dianggap kalah atau mati dan harus digantikan dengan pemain lainnya. Namun jika berhasil memukul lagi satu kali, dua kali atau seterusnya, maka pemain berhak untuk mengalikan hasil tersebut. Jika terlempar sejauh 20 kali stik panjang dan terpukul 1 kali lagi, maka ia mendapatkan poin 20. Jika ia mampu memukul 2 kali sebelum terlempar jauh, maka ia berhak melipatkan menjadi dua kali. Bisa jadi, ukuran untuk yang berhasil memukul dua kali atau seterusnya, memakai alat ukur benda lain, misalnya peniti, gabah, dan sebagainya. Semakin ia memukul berulang kali sebelum terlempar jauh, memungkinkan ia akan finish lebih dulu. Begitu seterusnya dalam permainan benthik. Ia akan mengulangi dari awal, apabila tidak “mati” dalam permainan.

Ada sisi positif dari permainan tradisional benthik ini. Anak akan diajarkan untuk bersosialisasi dengan teman bermain. Jika ia tidak dapat bersosialisasi dengan baik, pasti teman bermain akan menjauhinya. Begitu pula sportivitas akan diuji dalam permainan ini. Setiap anak yang tidak berjiwa sportif pasti lama-kelamaan juga akan ditinggalkan oleh rekan bermain.

Sayang, permainan itu pada saat ini hanya tinggal kenangan. Paling hanya tinggal didokumentasi lewat tulisan-tulisan, VCD, maupun film-film dokumenter, maupun dikoleksi oleh museum-museum.(Forum IDWS)